Rabu, 30 Desember 2015

Izinkan Aku Membahagiamu




            Hari ini tepat dipagi hari yang cerah matahari bersinar terang seakan mengalahkan panasnya gempita bisingnya kendaraan berlalu lalang, pikiranku seakan kacau tanpa arah kalau katanya anak gaul sich gue galau tingkat Dewa. Enta apalah itu, semakin hari hidup ku makin nggak berasa semua terjadi seperti denting waktu yang tak bisa dihentikan sejenak, semua yang awalnya kehidupan kami yang penuh dengan kebersamaan dan kesederhaan ditengah keluarga seakan perlahan mulai berubah. Aku yang selalu semangat ingin menggapai citaku dengan segala kekurangan materi yang diberikan kedua orang tuaku tak pernah mematahkan dan menggoyahkan idealisme ku. Ya, kuliah ditengah sulitnya keadaan ekonomi keluarga memang sulit dilalukan tapi justru itu yang membuatku semakin membara ingin bersaing, menjadi uung tombak keluarga yang sangat tajam demi melindungi mereka.
            Tiga tahun berlalu aku menjalani kehidupan diperantauan Kota Mataram dengan penuh rasa suka duka manis dan asamnya tanpa keluarga, aku memang anak terakhir dari enam bersaudara, yang kata orang identic dengan anak yang sangat manja dan tidak bisa jauh dari kedua orang tua, aku akui kedekatanku dengan kedua orang tuaku sangatlah dekat bahkan ketika aku masih berumur 17 tahun tepatnya berada pada bangku SMA kelas dua, keluargaku seakan dirundung masalah yang begitu pelik ketika itu ibu mulai kurasa berbeda ya semua karna Pernikahan Kakakku yang kelima sesuatu yang kurang menyenangkan terjadi padanya.
            Namun itu, masih bisa dihadapi oleh kedua orang tuaku, terutama bapak sangat marah dan menyalahkan ibuku, kami memang enam bersaudara tapi kami serasa hanya punya empat saudara, dua saudara perempuanku memutuskan untuk merantau dan mencari kehidupan di Jakarta tujuannya memperbaiki ekonomi keluarga kala itu. Kakak ku yang ketiga tinggal di bima karena dia sudah menikah dengan orang sana, jadi kehidupan baru kami pun di mulai dikala suami kakakku yang kelima justru tinggal di rumah orag tuaku, yang semuanya menambah peliknya kehidupan dan beban kedua orang tuaku.
            Tangis itu memang tak pernah terlihat pada kedua orang tua semua mereka hadapi dengan keikhlasan, aku hanya bisa menyaksikan dan tanpa bisa berbuat apa – apa hanya memeluk erat kedua orang tuaku. Terkadang sesekali aku marah, kenapa keluarga kami terus diberikan ujian yang begitu besar, Hari – hari dengan ekonomi yang semakin memburuk terus mengalir seperti air. Hingga suatu ketika pemikiranku mulai beranjak dewasa muncul niat ingin membantu orang tua yang begitu besar menggebu di dalam kalbu. Pada Momen  yang sangat tepat ketika orang tuaku punya uang hasil menjual sapinya,pada saat itu kakakku yang keempat masih menempuh perguruan tinggi di STKIP Bima, banting tulang orang tuaku berjuang mencari uang untuk membayar kuliah kakakku dengan profesi yang kalau kata bapakku ; ‘ aku tak punya pekerjaan yang jelas dibilang petani juga tidak karena kami tak punya sawah yang berlimbah seperti orang dan hanya mencukupi kebutuhan pokok sendiri taka da yang dijual” Tapi bapakku berhasil mneyelesaiakan sekolah anak2 nya rata – rata sampai SMA tanpa terkecuali satupun ditengah mahalnya biaya Pendidikan dan uang dimasa dulu.
            Alhamdulillah pada masa SMA ku mulai awal kelas tiga akhirnya dengan modal 500 rb ternyata bisa membantu kedua orang tuaku kala itu dengan mulai berjualan pulsa ku lalukan, kemudian berjualan snack sampai kesekolahku dan bahkan bisni MLM seperti shopi marti juga aku geluti, ketika aku mulai mendapatkan hasilnya alhirnya aku bisa memenuhi kebutuhan pokok keluarga khususnya memenuhi kekurangan setiap harinya. Ya, aku piker masa itu akan semakin membaik dengan ekonomi yang setidaknya sudah bisa memnuhi kehidupan setiap hari tanpa harus mengutang lagi di warung orang dan Ketika Kakakku juga menyelesaiakan Kuliahnya. Kenyataannya Semakin berbeda kakakku begitu dia Wisuda ingin cepat – cepat mendapatkan gelar Pegawai Negeri Sipil. Tapi semuanya kembalilagi berkutit dengan UUD (ujung – ujungnya Duit). Bah seperti mala petaka buat kedua orang tuaku kala itu, berita duka menghampiri kami kalau dia menikah diam – diam.
            Aku sempat curiga yang begitu besar kala dia kembali kerumah mengambil uang untuk mengurus surat – surat yang dibutuhkan. Semua harapan kedua orang tuaku hancur aku melihat ibuku kala itu beliau hatinya seakan hancur dan membuatnya sampai saat ini mulai melupakan bahkan sesuatu yang pernah dilakukannya, seperti ingatannya menurun dratis. Bapakku dengan tegar menghadapi ujian itu, ditengah ketegarannya itu aku menemukan keresahan hati yang begitu besar tentang anak – anaknya. Mala Petaka yang hampir merusak kepercayaan orang terutam keluarga besar baik dari ibu dan bapakku semuanya menjauh dari kami. Rasa sakit yang membuatku tak tega melihat mereka, sampai akupun seakan ingin mencakar dan mencabik – cabik muka orang – orang itu semuanya Munafik menurutku.
            Kesabaran yang diajarkan oleh kedua orang tuaku mampu mebendung emosiku yang terus begejolak, Tekatku semakin kuat mengumpulkan pundi – pundi receh hasil yang kami kumpulkan dengan hidup bersama kedua orang tuaku dan membiaya kehidupan kakakku dan bayinya, semua ku belikan dalam bayangku aku tak ingin anggota keluargaku merasa kekurangan seperti diriku mereka harus tetap hidup.
            Masa SMA pun mulai berakhir, dan pemikiranku mulai kosong entah aku harus bersyukur atau tidak dengan kelulusanku. Kebingungan begitu besar melanda pemikiranku karna aku berusaha mengikuti Tes Jalu undangan Di PTN di UNRAM. Kembali lagi ke masa kakakku ujung2 uang dan koneksi, sejenak aku berpikir dating sendiri kemataram tanpa ditemani bapak dan ibu bahkan saudara dengan harga tiket bis 150.000 /orang tak mampu dibayar oleh kedua orang tuaku, tapi aku tetap bersyukur kedua orang tuaku selalu mensuport dengan do’a. Aku datang bukan dengan tangan kosong, melainkan dengan cerca dan hinaan dari orang – orang di kampungku. Aku hanya bisa diam ketika mendengar kata seperti : “ Kamu anak siapa? Bapakmu bukan apa2? Tak ada jabatannya.
            Mengingat masa itu membuatku sedih dan terkadang membuatku minder diantara yang lainnya, Kini aku sudah besar umurku sudah menginjak 21 Tahun dan kini sedang menempuh sekolah di perguruan tinggi swasta dan semester  tujuh, Kegiatan perkuliahan yang kujalini dengan peneuh keserius dengan tujuan meraih gelar Kumlaude agar membanggakan kedua orang tuaku nanti, ternyata tidak mengalir seperti air banyak yang tidak suka dengan sikapku dan aku tidak pernah mempedulikan mereka bahkan berjalan sendiri dengan menggapai cita itu, tapi justru semua menganggap aku sombong, dan aku semakin tidak mempedulikan mereka. Di Tengah ketidak peduliaku pada mereka tenyata orang – orang itu Jahat, sama seperti semua orang yang kutemui kecuali kedua orang tuaku.
            Aku seakan kehilangan arah dengan lika – liku khidupan yang begitu tajam lekukannya, hingga bapakku meneteskan air mata pertaama kalinya di depan muka ku dan berkata : “ kamu harus selesaikan kuliah itu, aku tak punya harta untuk ku tinggali melainkan ilmu, doakan agar aku bisa panjang umur demi menyelesaikan sekolahmu” mendengarnya hatiku serasa teriris entah apa yang membuatnya berkata demikian. Ibu ku hanya diam dan aku memeluknya, mungkinkah beliau merasakan apa yang sedangku hadapi yang tak mampuku ceritakan karna aku sudah gagal menyelesaikan satu mata kuliah yang berarti dalam jurusanku, Maafkan aku Bapak dan ibuku aku akan segera memperbaiki kesalahan itu agar aku bisa menyelesaikan dan membanggakanmu, dan sujud syukur ku dengan mempersembahkan secarik kertas hasil perjuanganmu untuk anakmu yaitu Ijazah cumlaude, Ya Allah yang maha Pengasih lagi Maha Penyayang aku percaya engkau maha mengetahui segalanya, Perekenankan hambamu yang berlumur dosa ini untuk mebahagiakan keluargaku dan membangun istana kecil untuk kedua orang tuaku menghadapi masa tua besama anak – anaknya dengan keceriaan dan keridhoanmu hingga akhir hidupku menutup mata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar