Hari ini tepat dipagi hari yang
cerah matahari bersinar terang seakan mengalahkan panasnya gempita bisingnya
kendaraan berlalu lalang, pikiranku seakan kacau tanpa arah kalau katanya anak gaul
sich gue galau tingkat Dewa. Enta apalah itu, semakin hari hidup ku makin nggak
berasa semua terjadi seperti denting waktu yang tak bisa dihentikan sejenak,
semua yang awalnya kehidupan kami yang penuh dengan kebersamaan dan kesederhaan
ditengah keluarga seakan perlahan mulai berubah. Aku yang selalu semangat ingin
menggapai citaku dengan segala kekurangan materi yang diberikan kedua orang
tuaku tak pernah mematahkan dan menggoyahkan idealisme ku. Ya, kuliah ditengah
sulitnya keadaan ekonomi keluarga memang sulit dilalukan tapi justru itu yang
membuatku semakin membara ingin bersaing, menjadi uung tombak keluarga yang
sangat tajam demi melindungi mereka.
Tiga tahun berlalu aku menjalani
kehidupan diperantauan Kota Mataram dengan penuh rasa suka duka manis dan
asamnya tanpa keluarga, aku memang anak terakhir dari enam bersaudara, yang
kata orang identic dengan anak yang sangat manja dan tidak bisa jauh dari kedua
orang tua, aku akui kedekatanku dengan kedua orang tuaku sangatlah dekat bahkan
ketika aku masih berumur 17 tahun tepatnya berada pada bangku SMA kelas dua,
keluargaku seakan dirundung masalah yang begitu pelik ketika itu ibu mulai
kurasa berbeda ya semua karna Pernikahan Kakakku yang kelima sesuatu yang
kurang menyenangkan terjadi padanya.
Namun itu, masih bisa dihadapi oleh
kedua orang tuaku, terutama bapak sangat marah dan menyalahkan ibuku, kami
memang enam bersaudara tapi kami serasa hanya punya empat saudara, dua saudara
perempuanku memutuskan untuk merantau dan mencari kehidupan di Jakarta
tujuannya memperbaiki ekonomi keluarga kala itu. Kakak ku yang ketiga tinggal
di bima karena dia sudah menikah dengan orang sana, jadi kehidupan baru kami
pun di mulai dikala suami kakakku yang kelima justru tinggal di rumah orag
tuaku, yang semuanya menambah peliknya kehidupan dan beban kedua orang tuaku.
Tangis itu memang tak pernah
terlihat pada kedua orang tua semua mereka hadapi dengan keikhlasan, aku hanya
bisa menyaksikan dan tanpa bisa berbuat apa – apa hanya memeluk erat kedua
orang tuaku. Terkadang sesekali aku marah, kenapa keluarga kami terus diberikan
ujian yang begitu besar, Hari – hari dengan ekonomi yang semakin memburuk terus
mengalir seperti air. Hingga suatu ketika pemikiranku mulai beranjak dewasa
muncul niat ingin membantu orang tua yang begitu besar menggebu di dalam kalbu.
Pada Momen yang sangat tepat ketika
orang tuaku punya uang hasil menjual sapinya,pada saat itu kakakku yang keempat
masih menempuh perguruan tinggi di STKIP Bima, banting tulang orang tuaku
berjuang mencari uang untuk membayar kuliah kakakku dengan profesi yang kalau
kata bapakku ; ‘ aku tak punya pekerjaan yang jelas dibilang petani juga tidak
karena kami tak punya sawah yang berlimbah seperti orang dan hanya mencukupi
kebutuhan pokok sendiri taka da yang dijual” Tapi bapakku berhasil
mneyelesaiakan sekolah anak2 nya rata – rata sampai SMA tanpa terkecuali
satupun ditengah mahalnya biaya Pendidikan dan uang dimasa dulu.
Alhamdulillah pada masa SMA ku mulai
awal kelas tiga akhirnya dengan modal 500 rb ternyata bisa membantu kedua orang
tuaku kala itu dengan mulai berjualan pulsa ku lalukan, kemudian berjualan
snack sampai kesekolahku dan bahkan bisni MLM seperti shopi marti juga aku
geluti, ketika aku mulai mendapatkan hasilnya alhirnya aku bisa memenuhi
kebutuhan pokok keluarga khususnya memenuhi kekurangan setiap harinya. Ya, aku
piker masa itu akan semakin membaik dengan ekonomi yang setidaknya sudah bisa
memnuhi kehidupan setiap hari tanpa harus mengutang lagi di warung orang dan
Ketika Kakakku juga menyelesaiakan Kuliahnya. Kenyataannya Semakin berbeda
kakakku begitu dia Wisuda ingin cepat – cepat mendapatkan gelar Pegawai Negeri
Sipil. Tapi semuanya kembalilagi berkutit dengan UUD (ujung – ujungnya Duit).
Bah seperti mala petaka buat kedua orang tuaku kala itu, berita duka
menghampiri kami kalau dia menikah diam – diam.
Aku sempat curiga yang begitu besar
kala dia kembali kerumah mengambil uang untuk mengurus surat – surat yang
dibutuhkan. Semua harapan kedua orang tuaku hancur aku melihat ibuku kala itu
beliau hatinya seakan hancur dan membuatnya sampai saat ini mulai melupakan
bahkan sesuatu yang pernah dilakukannya, seperti ingatannya menurun dratis.
Bapakku dengan tegar menghadapi ujian itu, ditengah ketegarannya itu aku
menemukan keresahan hati yang begitu besar tentang anak – anaknya. Mala Petaka
yang hampir merusak kepercayaan orang terutam keluarga besar baik dari ibu dan
bapakku semuanya menjauh dari kami. Rasa sakit yang membuatku tak tega melihat
mereka, sampai akupun seakan ingin mencakar dan mencabik – cabik muka orang –
orang itu semuanya Munafik menurutku.
Kesabaran yang diajarkan oleh kedua
orang tuaku mampu mebendung emosiku yang terus begejolak, Tekatku semakin kuat
mengumpulkan pundi – pundi receh hasil yang kami kumpulkan dengan hidup bersama
kedua orang tuaku dan membiaya kehidupan kakakku dan bayinya, semua ku belikan
dalam bayangku aku tak ingin anggota keluargaku merasa kekurangan seperti
diriku mereka harus tetap hidup.
Masa SMA pun mulai berakhir, dan
pemikiranku mulai kosong entah aku harus bersyukur atau tidak dengan
kelulusanku. Kebingungan begitu besar melanda pemikiranku karna aku berusaha
mengikuti Tes Jalu undangan Di PTN di UNRAM. Kembali lagi ke masa kakakku
ujung2 uang dan koneksi, sejenak aku berpikir dating sendiri kemataram tanpa
ditemani bapak dan ibu bahkan saudara dengan harga tiket bis 150.000 /orang tak
mampu dibayar oleh kedua orang tuaku, tapi aku tetap bersyukur kedua orang
tuaku selalu mensuport dengan do’a. Aku datang bukan dengan tangan kosong,
melainkan dengan cerca dan hinaan dari orang – orang di kampungku. Aku hanya
bisa diam ketika mendengar kata seperti : “ Kamu anak siapa? Bapakmu bukan
apa2? Tak ada jabatannya.
Mengingat masa itu membuatku sedih
dan terkadang membuatku minder diantara yang lainnya, Kini aku sudah besar
umurku sudah menginjak 21 Tahun dan kini sedang menempuh sekolah di perguruan
tinggi swasta dan semester tujuh,
Kegiatan perkuliahan yang kujalini dengan peneuh keserius dengan tujuan meraih
gelar Kumlaude agar membanggakan kedua orang tuaku nanti, ternyata tidak
mengalir seperti air banyak yang tidak suka dengan sikapku dan aku tidak pernah
mempedulikan mereka bahkan berjalan sendiri dengan menggapai cita itu, tapi
justru semua menganggap aku sombong, dan aku semakin tidak mempedulikan mereka.
Di Tengah ketidak peduliaku pada mereka tenyata orang – orang itu Jahat, sama
seperti semua orang yang kutemui kecuali kedua orang tuaku.
Aku seakan kehilangan arah dengan
lika – liku khidupan yang begitu tajam lekukannya, hingga bapakku meneteskan
air mata pertaama kalinya di depan muka ku dan berkata : “ kamu harus
selesaikan kuliah itu, aku tak punya harta untuk ku tinggali melainkan ilmu,
doakan agar aku bisa panjang umur demi menyelesaikan sekolahmu” mendengarnya
hatiku serasa teriris entah apa yang membuatnya berkata demikian. Ibu ku hanya
diam dan aku memeluknya, mungkinkah beliau merasakan apa yang sedangku hadapi
yang tak mampuku ceritakan karna aku sudah gagal menyelesaikan satu mata kuliah
yang berarti dalam jurusanku, Maafkan aku Bapak dan ibuku aku akan segera
memperbaiki kesalahan itu agar aku bisa menyelesaikan dan membanggakanmu, dan
sujud syukur ku dengan mempersembahkan secarik kertas hasil perjuanganmu untuk
anakmu yaitu Ijazah cumlaude, Ya Allah yang maha Pengasih lagi Maha Penyayang
aku percaya engkau maha mengetahui segalanya, Perekenankan hambamu yang
berlumur dosa ini untuk mebahagiakan keluargaku dan membangun istana kecil
untuk kedua orang tuaku menghadapi masa tua besama anak – anaknya dengan
keceriaan dan keridhoanmu hingga akhir hidupku menutup mata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar